AL ASFA

Home » » TAREKAT KHALWATIYAH

TAREKAT KHALWATIYAH

TAREKAT KHALWATIYAH

Berjuang Melawan Penjajah hingga Rezim Otoriter
Umumnya, nama sebuah tarekat sufi diambil dari nama sang pendiri. Seperti Tarekat Qadiriyah dari Syekh AbdulQadir al-Jailani atau Tarekat Naqsyabandiyah dari Muhammad Bahauddin Naqsyabandi. Tapi, Tarekat Khalwatiyah justru diambil dari kata khalwat yang artinya menyendiri untuk merenung.
Secara naab, Tarekat Khalwatiyah merupakan cabang dari Tarekat Az-Zahidiyah, cabang dari Al-Abhariyah, dan cabang dari As-Suhrawardiyah yang didirikan oleh Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (539-632 H).
Menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, ajaran Tarekat Khalwatiyah pertama kali muncul di wilayah Asia Tengah pada abad ke-15 M, yakni saat Dinasti Usmaniyah berkuasa. Dalam waktu satu abad, tarekat ini telah menjelma menjadi tarekat sufi yang paling luas dan menyebar di wilayah kesultanan Islam tersebut. Meskipun, dalam perkembangannya, mengalami saat-saat kemandekan, kemunduran, dan kebangkitan kembali.
Kebangkitan kembali Khalwatiyah diprakarsai oleh Musthafa ibn Kamal al-Din al-Bakri (1688-1748 M). Al-Bakri merupakan seorang penyair sufi asal Damaskus, Syria, yang menjalani hampir seluruh kehidupannya di Yerusalem. Ia mengambil tarekat tersebut dari gurunya yang bernama Syekh Abdul Latif bin Syekh Husamuddin al-Halabi.
Musthafa al-Bakri sejak kecil dikenal sebagai seorang zahid yang cerdas. Dalam salah satu bukunya, ia menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami kehidupan sebatang kara. Kedua orang tuanya bercerai saat ia berusia dua tahun. Ia kemudian tinggal bersama ayahnya setelah ibunya menikah lagi.
Semasa hidupnya, al-Bakri senang bepergian, terutama ke negeri-negeri di kawasan Timur Tengah. Hal itu ia lakukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Ia pun belajar pada guru-guru yang berilmu tinggi. Beberapa tempat yang pernah ia kunjungi adalah Palestina, Tripoli, Makkah, Baghdad, Basrah, dan Mesir.
Khalwatiyah mengalami perkembagan pesat di Mesir ketika dipimpin oleh murid al-Bakri, Muhammad ibn Salim al-Hifni (1689-1768). Pada pertengahan abad ke-18 M, Khalwatiyah menjadi tarekat sufi yang dominan di negeri berjuluk 1.000 menara itu. Selama lebih dari delapan puluh tahun (1757-1838), kedudukan Syekh al-Azhar dipangku oleh penganut Khalwatiyah.
Dengan diilhami oleh al-Bakri, al-Hifni menjadikan Khalwatiyah di Mesir sebagai tarekat yang berorientasi syariat. Ia juga berusaha merangkul semua kalangan, tidak hanya para ulama terkemuka, tetapi juga orang kebanyakan.
Cabang Khalwatiyah Pengikut Khalwatiyah dari kalangan ulama tidak hanya berasal dari kota-kota di penjuru Mesir. Para ulama Maghribi yang tengah menunaikan haji ke Makkah pada abad ke-18 M dan singgah di Kairo jumlahnya terus meningkat. Sebagian dari mereka sangat terpengaruh oleh al-Hifni dan para syekh Khalwatiyah pengganti al-Hifni, seperti Mahmud al-Kurdi (1715-1780) dan Ahmad al-Dardiri (1715-1786).

Berkat peran dari para ulama Maghribi ini, dua tarekat sufi baru berkembang di Maghribi sebagai turunan Khalwatiyah. Muhammad ibn Abd al-Rahman al-Azhari (1713-1793) menyebarkan Khalwatiyah di Aljazair. Lahirlah cabang baru Khalwatiyah yang bernama Rahmaniyah.
Al-Azhari pula yang mengantarkan Sidi Ahmad al-Tijani, pendiri Tarekat Tijaniyah, bergabung dengan Khalwatiyah. Al-Tijani mempelajari rahasia-rahasia dari Mahmud al-Kurdi di Kairo dan dari Muhammad ibn Abd Al-Karim al-Samman di Madinah.
Al-Samman mempunyai murid dari Indonesia bernama Abdul al-Shamad al-Palimbani (1703-1788), yang kemudian mengajarkan Tarekat Sammaniyah di Tanah Air (Sumatra). Seorang muridnya lagi berasal dari Sudan yang bernama Ahmad al-Tayyib ibn al-Basyir (wafat 1823 M), lalu ia menyebarkan tarekat ini di sana.
Pada abad ke-19 M, tiga cabang Khalwatiyah tersebut membangkitkan gerakan melawan penjajah di pelbagai wilayah di Afrika. Rahmaniyah memimpin pemberontakan melawan Prancis di Aljazair pada 1871. Sementara itu, al-Hajj Umar al-Futi memprakarsai jihad Tijaniyah di Afrika Barat.
Di Mesir, kegiatan-kegiatan Khalwatiyah bersama dengan perhimpunan sufi lainnya diatur dan diawasi secara ketat oleh pemerintah berdasarkan dekrit Muhammad Ali pada 1812. Hampir satu setengah abad kemudian, pemerintah otoriter lainnya, yaitu pemerintah Gamal Abdul Nasser, berupaya membatasi gerakan dan sumber daya ekonomi tarekat-tarekat sufi. Dalam daftar tentang tarekat-tarekat sufi yang berkembang di Mesir, yang disusun pada tahun 1964, tercatat ada 10 cabang Khalwatiyah meskipun sebagian besar tidak aktif.
Sementara itu, di Turki tarekat-tarekat sufi dinyatakan terlarang pada 1925 sebagai bagian dari program pembaruan penguasa Turki saat itu, Mustafa Kemal Attaturk. Akan tetapi, tarekat-tarekat sufi tetap bergerak di bawah tanah dan-mulai muncul kembali dalam kehidupan publik pada akhir 1950-an. Khalwatiyah merupakan bagian dari proses kebangkitan Islam abad ke-20 itu.
Di wilayah Balkan, sejumlah pusat tarekat Khalwatiyah terus berkembang, khususnya di Albania. Di sini, Khalwatiyah mampu bertahan hidup di bawah rezim komunis.
berbagai sumber, ed rido
Secara naab, Tarekat Khalwatiyah merupakan cabang dari Tarekat Az-Zahidiyah, cabang dari Al-Abhariyah, dan cabang dari As-Suhrawardiyah yang didirikan oleh Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (539-632 H). Dalam waktu satu abad, tarekat ini telah menjelma menjadi tarekat sufi yang paling luas dan menyebar di wilayah kesultanan Islam tersebut. Pada pertengahan abad ke-18 M, Khalwatiyah menjadi tarekat sufi yang dominan di negeri berjuluk 1.000 menara itu. Cabang Khalwatiyah Pengikut Khalwatiyah dari kalangan ulama tidak hanya berasal dari kota-kota di penjuru Mesir. Berkat peran dari para ulama Maghribi ini, dua tarekat sufi baru berkembang di Maghribi sebagai turunan Khalwatiyah. Al-Tijani mempelajari rahasia-rahasia dari Mahmud al-Kurdi di Kairo dan dari Muhammad ibn Abd Al-Karim al-Samman di Madinah. Pada abad ke-19 M, tiga cabang Khalwatiyah tersebut membangkitkan gerakan melawan penjajah di pelbagai wilayah di Afrika. Di wilayah Balkan, sejumlah pusat tarekat Khalwatiyah terus berkembang, khususnya di Albania.

sumber : http://sarahdivha.blogspot.com/

TAREKAT KHALWATIYAH

Berjuang Melawan Penjajah hingga Rezim Otoriter
Umumnya, nama sebuah tarekat sufi diambil dari nama sang pendiri. Seperti Tarekat Qadiriyah dari Syekh AbdulQadir al-Jailani atau Tarekat Naqsyabandiyah dari Muhammad Bahauddin Naqsyabandi. Tapi, Tarekat Khalwatiyah justru diambil dari kata khalwat yang artinya menyendiri untuk merenung.
Secara naab, Tarekat Khalwatiyah merupakan cabang dari Tarekat Az-Zahidiyah, cabang dari Al-Abhariyah, dan cabang dari As-Suhrawardiyah yang didirikan oleh Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (539-632 H).
Menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, ajaran Tarekat Khalwatiyah pertama kali muncul di wilayah Asia Tengah pada abad ke-15 M, yakni saat Dinasti Usmaniyah berkuasa. Dalam waktu satu abad, tarekat ini telah menjelma menjadi tarekat sufi yang paling luas dan menyebar di wilayah kesultanan Islam tersebut. Meskipun, dalam perkembangannya, mengalami saat-saat kemandekan, kemunduran, dan kebangkitan kembali.
Kebangkitan kembali Khalwatiyah diprakarsai oleh Musthafa ibn Kamal al-Din al-Bakri (1688-1748 M). Al-Bakri merupakan seorang penyair sufi asal Damaskus, Syria, yang menjalani hampir seluruh kehidupannya di Yerusalem. Ia mengambil tarekat tersebut dari gurunya yang bernama Syekh Abdul Latif bin Syekh Husamuddin al-Halabi.
Musthafa al-Bakri sejak kecil dikenal sebagai seorang zahid yang cerdas. Dalam salah satu bukunya, ia menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami kehidupan sebatang kara. Kedua orang tuanya bercerai saat ia berusia dua tahun. Ia kemudian tinggal bersama ayahnya setelah ibunya menikah lagi.
Semasa hidupnya, al-Bakri senang bepergian, terutama ke negeri-negeri di kawasan Timur Tengah. Hal itu ia lakukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Ia pun belajar pada guru-guru yang berilmu tinggi. Beberapa tempat yang pernah ia kunjungi adalah Palestina, Tripoli, Makkah, Baghdad, Basrah, dan Mesir.
Khalwatiyah mengalami perkembagan pesat di Mesir ketika dipimpin oleh murid al-Bakri, Muhammad ibn Salim al-Hifni (1689-1768). Pada pertengahan abad ke-18 M, Khalwatiyah menjadi tarekat sufi yang dominan di negeri berjuluk 1.000 menara itu. Selama lebih dari delapan puluh tahun (1757-1838), kedudukan Syekh al-Azhar dipangku oleh penganut Khalwatiyah.
Dengan diilhami oleh al-Bakri, al-Hifni menjadikan Khalwatiyah di Mesir sebagai tarekat yang berorientasi syariat. Ia juga berusaha merangkul semua kalangan, tidak hanya para ulama terkemuka, tetapi juga orang kebanyakan.
Cabang Khalwatiyah Pengikut Khalwatiyah dari kalangan ulama tidak hanya berasal dari kota-kota di penjuru Mesir. Para ulama Maghribi yang tengah menunaikan haji ke Makkah pada abad ke-18 M dan singgah di Kairo jumlahnya terus meningkat. Sebagian dari mereka sangat terpengaruh oleh al-Hifni dan para syekh Khalwatiyah pengganti al-Hifni, seperti Mahmud al-Kurdi (1715-1780) dan Ahmad al-Dardiri (1715-1786).

Berkat peran dari para ulama Maghribi ini, dua tarekat sufi baru berkembang di Maghribi sebagai turunan Khalwatiyah. Muhammad ibn Abd al-Rahman al-Azhari (1713-1793) menyebarkan Khalwatiyah di Aljazair. Lahirlah cabang baru Khalwatiyah yang bernama Rahmaniyah.
Al-Azhari pula yang mengantarkan Sidi Ahmad al-Tijani, pendiri Tarekat Tijaniyah, bergabung dengan Khalwatiyah. Al-Tijani mempelajari rahasia-rahasia dari Mahmud al-Kurdi di Kairo dan dari Muhammad ibn Abd Al-Karim al-Samman di Madinah.
Al-Samman mempunyai murid dari Indonesia bernama Abdul al-Shamad al-Palimbani (1703-1788), yang kemudian mengajarkan Tarekat Sammaniyah di Tanah Air (Sumatra). Seorang muridnya lagi berasal dari Sudan yang bernama Ahmad al-Tayyib ibn al-Basyir (wafat 1823 M), lalu ia menyebarkan tarekat ini di sana.
Pada abad ke-19 M, tiga cabang Khalwatiyah tersebut membangkitkan gerakan melawan penjajah di pelbagai wilayah di Afrika. Rahmaniyah memimpin pemberontakan melawan Prancis di Aljazair pada 1871. Sementara itu, al-Hajj Umar al-Futi memprakarsai jihad Tijaniyah di Afrika Barat.
Di Mesir, kegiatan-kegiatan Khalwatiyah bersama dengan perhimpunan sufi lainnya diatur dan diawasi secara ketat oleh pemerintah berdasarkan dekrit Muhammad Ali pada 1812. Hampir satu setengah abad kemudian, pemerintah otoriter lainnya, yaitu pemerintah Gamal Abdul Nasser, berupaya membatasi gerakan dan sumber daya ekonomi tarekat-tarekat sufi. Dalam daftar tentang tarekat-tarekat sufi yang berkembang di Mesir, yang disusun pada tahun 1964, tercatat ada 10 cabang Khalwatiyah meskipun sebagian besar tidak aktif.
Sementara itu, di Turki tarekat-tarekat sufi dinyatakan terlarang pada 1925 sebagai bagian dari program pembaruan penguasa Turki saat itu, Mustafa Kemal Attaturk. Akan tetapi, tarekat-tarekat sufi tetap bergerak di bawah tanah dan-mulai muncul kembali dalam kehidupan publik pada akhir 1950-an. Khalwatiyah merupakan bagian dari proses kebangkitan Islam abad ke-20 itu.
Di wilayah Balkan, sejumlah pusat tarekat Khalwatiyah terus berkembang, khususnya di Albania. Di sini, Khalwatiyah mampu bertahan hidup di bawah rezim komunis.
berbagai sumber, ed rido
Secara naab, Tarekat Khalwatiyah merupakan cabang dari Tarekat Az-Zahidiyah, cabang dari Al-Abhariyah, dan cabang dari As-Suhrawardiyah yang didirikan oleh Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (539-632 H). Dalam waktu satu abad, tarekat ini telah menjelma menjadi tarekat sufi yang paling luas dan menyebar di wilayah kesultanan Islam tersebut. Pada pertengahan abad ke-18 M, Khalwatiyah menjadi tarekat sufi yang dominan di negeri berjuluk 1.000 menara itu. Cabang Khalwatiyah Pengikut Khalwatiyah dari kalangan ulama tidak hanya berasal dari kota-kota di penjuru Mesir. Berkat peran dari para ulama Maghribi ini, dua tarekat sufi baru berkembang di Maghribi sebagai turunan Khalwatiyah. Al-Tijani mempelajari rahasia-rahasia dari Mahmud al-Kurdi di Kairo dan dari Muhammad ibn Abd Al-Karim al-Samman di Madinah. Pada abad ke-19 M, tiga cabang Khalwatiyah tersebut membangkitkan gerakan melawan penjajah di pelbagai wilayah di Afrika. Di wilayah Balkan, sejumlah pusat tarekat Khalwatiyah terus berkembang, khususnya di Albania.

sumber : http://sarahdivha.blogspot.com/

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

About

Widget Footer